BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh berbagai pemimpin kini adalah arus masalah yang datang terus menerus. Dunia memang memiliki banyak pasokan masalah yang dapat memasuki pelayanan Anda sebagai pemimpin. Entah Anda melayani di dunia politik, bisnis atau non profit, masalah selalu ada. Entah Anda melakukan pelayanan sebagai pemimpin team kecil, pemimpin organisasi atau pemimpin di masyarakat, masalah tetap tidak absen dari hidup Anda.
Jadi, kita tidak dapat menghindar daripadanya. Bahkan waktu munculnya maslaah tidak dapat dikendalikan dengan mudah. Dalam bekerja, setiap saat masalah dapat menantang kita untuk mengambil keputusan. Keputusan yang tepat membuat masalah tadi terpecahkan dan kita mencapai apa yang diidam-idamkan. Sebaliknya keputusan yang keliru akan memperparah masalah tadi, bahkan menimbulkan tambahan masalah, sehingga kerja mungkin tidak lagi terasa indah.
Apakah definisi masalah itu? Banyak definisi telah diajukan tentang hal ini. Umumnya definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan tentang kandungan isi dan faktor-faktor suatu masalah. Suatu masalah hadir karena
1. Adanya gap atau kesenjangan antara kenyataan, titik berangkat, dengan tujuan yang ingin diraih atau standar yang ingin dicapai.
2. Adanya halangan dan kesulitan untuk menjembatani kesenjangan itu.
3. Adanya kemungkinan penyelesaian masalah bila perumusannya benar.
Sebenarnya, proses pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternative
pemecahan masalah untuk mendapatkan penyelesaian yang terbaik. Bila dilakukan secara nalar, memang proses ini lebih panjang dan makan waktu, namun kemungkinan kesalahannya dapat diperkecil.
Bayangkan ada sebuah perjalanan yang harus dilakukan oleh sekitar 3.000.000 orang yang baru dibebaskan dari perbudakan di Mesir menuju ke Kanaan. Anda harus memimpin mereka, melalui beberapa seri pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah di tahun 1500 SM. Anda dapat mengorganisir mereka, atau dapat pula mencari koalisi dengan bangsa lain yang lebih besar. Anda dapat mempercepat langkah mereka, atau mengajak mereka beristirahat. Sementara itu, Anda perlu menentukan bagaimana memenuhi kebutuhan makanan, keamanan, dan kesehataan orang banyak tadi.
Sejarah mencatat fakta seperti ini:
Apa yang terjadi? Seringkali, dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, seorang pemimpin atau orang-orang di sekitarnya terlalu cepat menyimpulkan dan mengambil pilihan tindakan. Berulang-ulang sejarah mencatat kesalahan serupa ini dan akibatnya yang fatal. Menyerahnya angkatan laut Itali kepada kekuatan sekutu yang jauh lebih kecil dari mereka adalah suatu contoh kesalahan fatal tersebut. Contoh lain ialah bagaimana pabrik-pabrik sepeda motor di Eropa memutuskan untuk mengabaikan produk sepeda motor Jepang di tahun 1970an, akibatnya perusahaan Jepang leluasa menguasai dunia.
B. MASALAH
· Bagai mana menjadi pemimpin menangani masalah
· Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam menangani setiap permasalahan
· Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya, kemudian
menciptakan kondisi yang membuat komunitas atau organisasinya bergerak menuju visi tadi. Sementara ia dan pengikutnya bergerak, mereka mengalami perubahan atau transformasi.
C. TUJUAN
Apakah yang seorang pemimpin Perlu pelajari tentang dalam pengambilan kepuusan dalam memimpin diri sendiri dan orang lain
D. BATASAN MASALAH
Makalah ini membahas tentang
· Bagai mana menjadi pemimpin
· Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin agar ia dimungkinkan
melaksanakan tugasnya dengan baik?
· Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasny
BAB II
LANDASAN TEORI
Bicara masalah kepemimpinan, pada umumnya orang secara serta-merta berpikir tentang seseorang yang menjadi terdepan, di muka, memiliki kedudukan tinggi, mendapat nilai terbaik, mendapat dukungan suara terbanyak, menduduki rangking pertama dalam perasingan dan anggapan yang sejenis dengan hal-hal di atas. Dalam perkembangan pemikiran saat ini, kepemimpinan dipahami dengan cara yang sangat berbeda. Ada beberapa perspektif yang berkaitan dengan pemahaman tentang kepemimpinan.
Pertama, berkaitan dengan orang-orang. Sebenarnya kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan mengatur kegiatan menjadi tepat waktu, hasil dari sebuah kegiatan maksimal, tapi gersang akan ketelibatan dan kepedulian masyarakat setempat. Yang mendasar dari sebuah kepemimpinan adalah seni untuk merapatkan barisan dan menjadikan setiap komponen produktif dengan menumbuhkan motivasi setiap individu yang bergabung dan terlibat dalam kegiatan. Memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas, menemukan kebahagian di dalamnya sekaligus menyumbang untuk keseluruhan, membantu orang-orang untuk bertanggung jawab dengan pekerjaanya, serta menemukan makna dari sebuah kegiatan.
Kedua, berkaitan dengan motivasi internal. Kepemimpinan tidak ditentukan oleh perintah atau kontrol dari luar diri kita, melainkan ditentukan oleh motivasi dari dalam diri yang sungguh-sunguh memberikan dorongan dan kekuatan yang besar. Ketika motivasi yang lebih internal dan mendalam itu memimpin setiap diri anggota BKM saat menjalankan amanah, dengan sendirinya kepuasan dan produktivitas akan tumbuh sebagaimana daun dan bunga, yang selanjutnya menjadi buah pada tanaman dan bertumbuh mengikuti daya hidup yang menjalar dari kedalaman akar.
Ketiga, berkaitan dengan meraih kesempurnaan dan menerima kekurangan. Di antara kita tidak satupun yang sempurna. Kita semua memiliki keinginan untuk meraih keberhasilan, mencapai mewujudkan visi kita, namun lebih sering kita mengalami kegagalan. Itulah yang secara riil dialami banyak orang. Oleh karena itu, BKM sebagai lembaga yang punya kepemimpinan kolektif harus berani membuka semua kegagalan dan permasalahan dalam merealisasikan kegiatan dalam rapat-rapat reguler BKM. Hanya dengan keberanian menerima kegagalan untuk bangkit dan memulai lagi ketika keberhasilan belum tercapai, sebuah keberhasilan program dalam merealisasikan visi akan diraih.
Keempat, berkaitan dengan kepercayaan diri. Agar secara sadar dapat memilih untuk berubah, dibutuhkan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berubah ke arah yang lebih baik. Kita memang berada dalam waktu yang tidak menjamin kepastian. Banyak orang yang merasa takut untuk memegang amanah, mengekspresikan diri dan mengemukakan pandangan-pandangan diri. Untuk dapat yakin pada diri sendiri membutuhkan kerja keras untuk membangun keyakinan diri. Tanpa keyakinan diri, kita tidak akan mampu mengambil pilihan, melakukan hal yang berbeda dengan orang lain, malah lebih memilih menunggu perintah. Hanya BKM yang percaya diri dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Kelima, berkaitan dengan menciptakan harapan. Yang disebut pemimpin adalah mereka yang dapat mengawal perubahan dari diri orang lain, bahkan pada saat-saat tersulit. Pemimpin seperti ini akan mampu menemukan cara untuk menumbuhkan harapan, memberikan inspirasi, menunjukkan perhatian dan kepedulian, serta membantu menemukan kembali dasar rasa kepercayaan diri dari masyarakat yang mulai hilang.
Selain kelima hal di atas, tak kalah penting adalah visi sebagai dasar kepemimpinan kolektif BKM. Karena, tanpa visi yang disepakati dan menginternalisasi dalam setiap individu yang bergabung dalam BKM, mustahil keberhasilan program akan tercapai, sebab mereka belum sepakat tentang masa depan yang diinginkan. Apalagi jika tema sentral visi BKM jelas tentang penanggulangan kemiskinan.
Bertitik tolak dari pemikiran membangun kebiasaan yang produktif secara terus menerus untuk meningkatkan penguasaan ilmu, keterampilan dan niat sebagai alat untuk membangun wawasan dan imajinasi sehingga ia mampu menggerakkan kekuatan berpikir untuk mewujudkan “kekuatan kepemimpinan” dalam bentuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan kedalam : Apa yang anda pikirkan ; Apa arti keberadaan anda : Apa arti kekuatan satu pemikiran dalam kebersamaan visi anda ; Apa arti menempa watak keteladanan anda ; Apa arti mental yang sehat dalam kepribadian anda.
Dengan kebiasaan yang produktif, akan mampu mendorong untuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan anda dalam menghadapi tantangan yang bersifat kompleksitas, ketidakpastian, globalisasi disatu sisi lain dan disisi lain mampu melaksanakan paradigma baru yang bersifat profesionalisme, kreatif dan inofatif, antisipatif melalui peningkatan kemampuan untuk membangun prinsip-prinsip kepemimpinan yang harus konsisten dipertahankan yaitu
1) Kolaborasi ;
2) Komitmen ;
3) Komunikasi ;
4) Kreativitas individu ;
5) Kreativitas dalam kelompok ;
6) Inovasi organisasi ;
7) Analisa masa depan Merespon kedalam antisipatif ;
9) Proses keputusan.
Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu : Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ; Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?
BAB III
ANALISA
KEPEMIMPINAN
Usaha menggelorakan jiwa besar kepemimpinan ditandai oleh satu suasana dimana setiap orang mndapatkan akses informasi terbuka untuk setiap calon memiliki peluang terbuka dimana disatu sisi kita menghargai adanya kemenangan dari kemampuan tapi juga dari sisi kmampuannya dalam membangun kemenangan karena kerjasama. Oleh karena itu, kita menyadari sepenuhnya arti “tidak ada keberhasilan tanpa pengganti”
Buanglah jauh-jauh pikiran dari penglaman yang menggambarkan bahwa sebagian besar orang sukses tidak ingin orang lain tahu cara mereka menjadi sukses, maka dengan membangun kebesaran jiwa kepemimpinan bahwa dari pengalaman anda orang tahu karena begitulah cara anda bisa belajar begitu banyak, oleh karena itu apa gunanya mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik tetapi menyimpannya untuk diri anda sendiri.
Akhirnya kita hendak mengatakan bahwa “sukses di masa depan akan ada bila kebesaran jiwa kepemimpinan bisa diaktualisasikan dalam sikap dan perilaku untuk memahami denga menggerakkan kekuatan pikiran untuk menggerakkan kemampuan orang-orang yang berada disekeliling anda. Oleh karena itu, ingatlah selalu ungkapan seperti “sukses terjadi bila kesempatan dan persiapan bertele-tele
A. Cara Mengambil Keputusan
Untuk dapat menghindarkan diri dari pengambilan keputusan yang terburu-buru dan subjektif beberapa hal perlu disadari sebagai landasan dasar pendekatan. Pertama ialah Anda harus mampu membedakan dengan tajam, antara fakta dan tafsiran atau pendapat mengenai fakta tadi.
1. Fakta Sebagai Titik Berangkat
Perumusan masalah dimulai dengan mengkaji fakta-fakta yang ada. Seringkali hal yang kedengarannya sederhana ini menjadi sumber kegagalan pengambilan keputusan yang benar. Masalah yang sering muncul dalam pengkajian fakta adalah pemimpin dan orang yang ada di sekitarnya sering membaurkan fakta dengan tafsiran tentang fakta tersebut. Kesulitan untuk mendapatkan fakta yang benar-benar terjadi untuk membedakannya dengan tafsiran disebabkan oleh:
v Karena corak budaya tertentu dimiliki oleh para pengambil keputusan sehingga menimbulkan prasangka bersama. Jadi hanya ada satu sudut pandang yang sang pengambil keputusan yakini benar, atau suatu nilai yang dianggap sahih untuk semua situasi. Misalnya, seorang yang datang dari suku bangsa yang menekankan individualisme akan mengambil keputusan yang diwarnai nilai ini
v Sudut pandang terhadap fakta terjadi karena posisi atau peran yang dimainkan oleh orang tersebut. Posisi dalam organisasi, atau kedudukan di masyarakat maupun posisi geografis akan sangat menentukan sudut pandang seseorang. Seorang yang mengambil keputusan sebagai kepala sekolah akan menggunakan pertimbangan yang berbeda dibandingkan bila ia mengambil keputusan sebagai pengurus sekolah tadi.
v Tingkat kemampuan/skill pengamatan yang dimiliki. Kualitas skill ini yang dimiliki seorang pemimpin akan tergantung pada sikap, kejelian, serta hasil latihan yang ia miliki. Seorang penjahit yang berjalan bersama seorang arsitek di Jakarta akan memperhatikan hal-hal yang terkait hanya dengan pekerjaan mereka.
2. Pertanyaan sebagai alat
Alat yang menjadi prasyarat proses pengambilan keputusan adalah kemampuan dan keberanian untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. "Kemampuan mengajukan pertanyaan yang tepat merupakan titik berangkat dan 50 persen keberhasilan penyelesaian tugas manajerial yang benar, "kata Peter Drucker. Kekuatan manajemen Jepang adalah pada hal ini." Kenapa? Pertanyaan yang benar dan berbeda-beda dapat menolong orang untuk tiba pada kejelasan masalah.
Hal ketiga yang perlu dicatat ialah bahwa kemampuan menstrukturkan fakta dengan efisien yang dimiliki seorang pemimpin berkaitan dengan "muatan" pada memorinya. Karena itu, kemampuan ini akan terkait dengan kualitas pembelajaran dirinya. Sejumlah fakta yang tidak terstruktur dan tidak saling terkait dapat membuat seorang pemimpin tenggelam dalam upaya analisis dan penentuan masalahnya.
3. Parameter masalah perlu dipahami.
Seorang pemimpin juga kerap tidak bisa membedakan fakta yang terkait langsung dengan urusan kita dengan fakta yang tidak terkait dengannya. Fakta yang terkait dan tidak terkait tentunya ditentukan oleh pembatasan kita tentang lingkup urusan tadi. Seorang yang mudah menganggap masalahnya sangat terbatas akan jatuh ke dalam myopia atau pandangan pendek dan terbatas, sehingga mengabaikan faktor-faktor yang tidak langsung berperan bagi organisasi atau komunitas yang ia layani. Contoh yang jelas adalah bagaimana para produsen botol hancur dalam waktu pendek ketika kemasan botol plastik muncul dipasaran dan mereka mengabaikannya. Sebaliknya bila ia menganggap semua masalahnya sangat kompleks dan luas, akan jatuh kedalam percakapan dan analisis yang berkepanjangan tanpa tindakan yang tepat. Kegagalan negara Indonesia menghadapi krisis dollar di tahun 1998 ketika Thailand sudah hancur terlebih dahulu merupakan contoh hal tadi.
Jadi bagaimana? Secara umum ada tujuh langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi masalah:
1. Tanyakan pada diri sendiri, apakah masalah ini berada dalam wewenang Anda untuk menyelesaikannya. Bila benar, maka mulailah memasuki proses pengambilan keputusan lebih jauh. Sebaliknya bila masalah tadi tidak berada di bawah wewenang Anda, sampaikanlah adanya masalah pada yang berwenang. Dalam tahap ini tentukan juga siapa saja yang seharsunya perlu dikonsultasikan?
2. Kumpulkan fakta dan pisahkan dari interpretasi atau pendapat. Sejumlah pertanyaan perlu diajukan.
3. Identifikasikan masalah utama atau masalah sebenarnya dari masalah-masalah ikutan atau turunan. Ajukan pertanyaan seperti ini berkali-kali “Mengapa begitu?”
4. Analisis dan bila perlu cari tambahan fakta. Misalnya tentukan jenis apakah masalah ini. (kompleks atau sederhana, rutin atau tidak terencana)
a. | Urgent bisa ditunda penanganannya karena merupakan masalah kronis Masalah potensial | Masalah berstruktur tunggal Penyelesaian tunggal Masalah berstruktur ganda Penyelesaian ganda Masalah tidak kentara strukturnya Penyelesaian…? |
5. tukan berbagai pilihan-pilihan untuk melakukan penggarapan masalah ini. Ingatkan diri bahwa cara yang selalu digunakan sejauh ini tidak selalu merupakan cara terbaik di dalam menangani masalah pada hari ini.
6. Tentukan pilihan-pilihan penyelesaiannya. Ingatkan diri dan pengambil keputusan yang lain mengenai sistem nilai dan rambu-rambu kebijakan di dalam organisasi atau komunitas dimana Anda berada. Jadikan rambu-rambu tadi sebagai acuan pilihan yang diambil
7. Tentukan rencana pelaksanaan, team pelaksananya, batasan waktu, kebijakan dasar, dana, dan batas wewenang dalam pelaksanaan.
8. Rincian secara jelas tentang beberapa dari langkah di atas akan dipapaprkan selanjutnya
B. Fokus pada Perumusan Masalah
Dalam banyak kasus, suatu masalah dirumuskan secara salah, karena tekanan-tekanan waktu, budaya organisasi tertentu. Perumusan masalah juga terkait dengan sudut pandang. Karenanya beberapa proses harus dipastikan hadir. Apakah ciri suatu perumusan masalah yang baik? Sebuah perumusan yang baik mengidentifikasikan semua elemen-elemen yang relevan, elemen apa yang absen, dan elemen apa yang perlu ditambahkan.
1. lternatif Penanganan/Pengambilan Keputusan
Sebelum memasuki babak ini marilah kita tengok soal taxonomy dari masalah. Suatu tindakan yang penting dalam penanganan masalah ialah mendapatkan kejelasan dari struktur masalahnya. Menurut Neimark, seorang ahli dalam pola pikir, dalam menghadapi masalah lebih baik terlebih dulu kita meneliti dan menangkap struktur masalahnya daripada isi masalah. Struktur ini dapat dikenali dengan kita mengenali di dalam kelas mana masalah ini termasuk.
Sayang sekali taxonomy dari masalah diusulkan berbeda-beda oleh berbagai ahli. Menurut Neimark, problem yang paling sederhana ialah problem yang elemen-elemennya kentara. Umumnya persoalan-persoalan seperti ini memiliki solusi/penyelesaian tunggal, walaupun ada solusi lain yang mungkin diajukan. Penyelesaian dimulai dengan restrukturisasi elemen ini sehingga semakin kentara kaitannya.
Untuk jenis problem yang lain mungkin informasi yang tersedia mengenai elemen-elemen problem ini tidak cukup lengkap, sehingga informasi tambahan dibutuhkan untuk merumuskan masalah ini lebih jelas. Problem-problem ini disebut sebagai problem diagnostik. Biasanya problem serupa ini memiliki berbagai kemungkinan solusi. kata kunci untuk menyelesaikannya ialah strategi optimalisasi informasi, yaitu melengkapi informasi secara efektif dan efisien.
Jenis ketiga ialah masalah yang tidak terstruktur dengan kemungkinan adanya berbagai tujuan dan solusi. Kata kunci pada penyelesaiannya ialah pengenalan akan berbagai alternatif perumusan masalah, tujuan dan penyelesaiannya.
2. Perencanaan Solusi
Dalam proses perencanaan solusi beberapa faktor perlu dipertanyakan: Alternatif solusi yang bisa dikenali. Suatu solusi dapat hadir sebagai solusi tunggal, namun bisa juga muncul dalam rangkaian bersama solusi yang lain (multiple solution). Karena itu pengenalan pada alternatif-alternatif solusi merupakan hal yang penting. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan teknik brainstorming group, atau Delphi method. Pada awal proses ini hendaklah dijaga agar tidak ada suara/pendapat yang diredam atau dikuburkan.
Kriteria yang akan dipergunakan untuk memakai alternatif-alternatif tersebut. Alternatif-alternatif yang dikenali dapat disaring lebih lanjut berdasarkan kriteria yang disepakati bersama. Untuk memiliki kesepakatan ini, tentunya diperlukan suatu proses tersendiri. Contoh suatu kriteria ialah, kami akan meneliti alternatif mana yang memberikan hasil yang terbanyak dengan cara yang murah serta jujur.
Juga kenali aspirasi atau keinginan dari mereka yang:
a. • memutuskan
b. • mempengaruhi keputusan
c. • menjadi inisiator untuk memproses masalah tersebut
d. • mereka yang mempergunakan hasil keputusan tadi
Selain pengenalan pada kriteria, alternatif-alternatif yang ada perlu dikaji dengan mempertanyakan, "Apakah orang-orang bersedia menerimanya?" Pertanyaan ini penting karena suatu keputusan yang baik pun akan terbuang percuma apabila tidak ada orang yang bersedia menerima serta mematuhinya.
Kenali juga dua jenis resiko yang mungkin dihadapi:
resiko yang perlu diambil dan tak perlu diambil
resiko yang dapat diperhitungkan dan sulit diperhitungkan
Semua keputusan mengambil resiko tertentu ada resiko yang sangat tinggi, namun ada pula resiko yang bisa diperhitungkan.
C. Resiko
Bagaimana melihat suatu resiko akan berkaitan dengan sasaran dan hasil yang hendak dicapai. Dalam hal ini terdapat 9 macam kemungkinan kombinasi antara hasil dan resiko, seperti:
1. penyelam mutiara
2. body guard profesional
3. pelatih profesional
4. petinju
5. dosen
6. guru
7. supir ojek
8. supir mikrolet
9. memancing
1. Pelaksanaan Pengambilan Keputusan
Pelaksanaan pengambilan keputusan sering menjadi masalah karena keputusan yang mesti ditanggapi oleh banyak orang malah ditangani oleh sedikit orang. Hal sebaliknya juga sering terjadi. Keputusan yang seharusnya dapat ditangani oleh 2 - 3 orang diserahkan kepada sebuah tim yang terdiri dari 40 orang atau lebih. Akibatnya timbul perdebatan yang tak henti-hentinya.
Jadi tentukan dulu cara pengambilan keputusan yang paling cocok dengan situasi dan masalah yang ada:
v Solo
v Tim
v Musyawarah
v Voting, dan lain-lain
2. Penilaian Ulang
Setelah keputusan dan pelaksanaan dilakukan, maka penilaian ulang perlu diadakan. Faktor-faktor penentu yang akan dinilai harus diputuskan sejak awal dan tidak setelah pelaksanaan berjalan. Dengan cara ini memang akan mudah terjadi debat yang hangat, namun akurasi akan lebih terjamin.
D. Sikap seorang pemimpin
Sikap adalah pola-pola yang mendasari perilaku. Sikap seorang pemimpin dalam hal ini dipahami sebagai pola-pola yang harus dimiliki seorang pemimpin. Pola-pola seorang pemimpin teramati dari perilaku mereka dalam pelaksanaan peran kepimpinan. Namun pola-pola tadi berakar pada pemahaman dan pengendalian respons emosi mereka dalam tugas memimpin. Keduanya terkait dengan nilai, ambisi dan gambar diri seorang pemimpin. Contoh sikap yang baik ialah, seorang pemimpin yang menyadari bahwa melayani berarti ia bersedia mengurbankan diri dan meletakkan dirinya di balik ketenaran pengikutnya.
Dari mana datangnya pola-pola tadi? Pola-pola tadi merupakan gabungan dari dua pengaruh besar. Pertama, pengaruh yang merupakan bawaan (herediter), dan kedua adalah pengaruh dari proses belajar yang membekas dan tersimpan dalam ingatannya. Dengan demikian, lahirlah kebiasaan. Dalam hal ini ada dua hal penting yang dapat dipelajari dari kenyataan tadi.
Pertama, sebagian besar dari pola-pola merupakan hasil dari pengaruh proses belajar. Hal ini merupakan kabar baik bagi kita. Semua yang telah dipelajari berarti dapat diteliti atau dipelajari ulang dan dibuang bila tidak lagi berguna. Dalam bahasa bahasa Inggrisnya dikenal istilah learned and unlearned.
Contoh yang paling jelas adalah pola pemarah. Pada dasarnya kebiasaan menjadi pemarah disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya disebabkan karena faktor bawaan biologis yang membuat individu lebih mudah marah. Beberapa anak pemarah dinasehati, ditenangkan, dan diajak berpikir mengenai kemarahan mereka. Akhirnya, mereka menjadi orang yang mengenali mudahnya mereka marah dan kemudian belajar untuk mengendalikan kemarahannya atau menyalurkannya dengan cara yang wajar. Sebaliknya, ada anak-anak pemarah yang setiap kali mereka marah, menerima pukulan dari orang tuanya. Akibatnya, mereka jadi takut untuk marah terhadap atau di depan orang-orang yang mereka anggap lebih kuat. Anak-anak ini belajar untuk marah hanya kepada orang-orang yang lebih lemah dari mereka. Setelah dewasa dan menjadi pemimpin, seringkali mereka menjadi orang yang sadis, bahkan cenderung marah dengan kasar kepada orang-orang yang menjadi bawahan mereka. Di pihak lain, mereka dapat pula menyamarkan diri menjadi orang yang manis dan penurut di depan atasan. Mereka belajar bahwa cara ini lebih aman. Pola marah ini menjadi bagian dari diri mereka. Kecuali mereka dengan sengaja belajar mengenai pola asal mula, akan sulit mereka menjadi pemimpin yang sesungguhnya.
Kedua, seringkali suatu pola perilaku menjadi bagian dari diri seseorang tanpa disadarinya. Banyak orang tidak menyadari bahwa hal tersebut dapat diubah bila mereka dengan sengaja memperhatikan dan merancang perubahan dalam diri. Dalam hal ini, kaitan antara perilaku dan ingatan atau apa yang dipelajari dari masa lalu sangat berperan aktif. Dalam bahasa ilmu jiwa terjadi proses conditioning atau pembiasaan.
Ahli ilmu jiwa, Pavlov melakukan pembiasaan ini pada anjingnya. Setiap kali si anjing lapar, Pavlov memberinya makanan sambil membunyikan bel. Lama-kelamaan si anjing ini terbiasa mengaitkan bunyi bel dengan kehadiran makanan. Ia mempelajari hubungan antara bel dengan makanan. Pada suatu hari ketika bel tadi dibunyikan, si anjing bereaksi seakan makanan hadir, misalnya mengeluarkan air liur.
Bila anjing terus menerus mendengarkan bel, namun makanan tidak juga hadir pada suatu titik tertentu, ia dapat belajar lagi bahwa bel dan makanan tidak selalu terkait. Ia membuang asosiasi atau kaitan yang telah dipelajari-nya sebelumnya, kemudian hal itu dicerminkan di dalam perilakunya (unlearned).
Seorang manusia seringkali mempelajari begitu banyak hal dalam lima tahun pertama dalam hidupnya sehingga ia tidak lagi menyadari kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa ia mempelajari hal tadi. Dalam arti tertentu, apa yang dipelajari dapat memberikan faedah bagi dirinya, namun sekaligus secara potensial menjebak dirinya untuk terus menerus menggunakan pola yang telah dipelajari tadi di dalam hidupnya. Anjing Pavlov pun terjebak ke dalam pola yang ia buat, yaitu mengeluarkan liur setiap ia mendengar bel. Namun, pengalaman atau rangsangan baru membuatnya mempelajari ulang hal tadi. Manusia tidak sesederhana sang anjing, karena dapat memilih dan menghindari pengalaman atau rangsangan yang bertentangan dengan pola yang telah dipelajarinya. Ia akan menghindar dari rangsangan yang memaksanya mengadakan proses unlearned. Seorang pemimpin juga sering terjebak dalam pola itu. Misalnya, seorang penakut akan menghindari pengalaman-pengalaman yang membawanya menghadapi resiko tinggi, apalagi resiko yang dapat melukai dirinya. Ia belajar di masa kecil bahwa melarikan diri dari kesulitan, bahaya, dan tantangan akan memberikan keberhasilan baginya. Pola ini diterapkannya bertahun-tahun dan berhasil.
Walaupun suatu budaya mempengaruhi tata nilai dan akan menentukan pemahaman tentang pola kepemimpinan, ada beberapa pola yang berlaku universal yang ditampilkan dalam hidup tokoh-tokoh besar dalam sejarah manusia. Pemilik dari pola-pola ini dapat disebutkan sebagai orang yang memiliki pola atau sikap kepemimpinan.
Pertama, mereka sangat kentara dalam mengendalikan diri untuk mengatasi kecenderungan manusiawi-nya. Mereka sering menyadari kesulitan dan aniaya yang akan dialami mereka ketika mereka mengejar pencapaian misi hidup mereka, namun mereka tidak membiarkan naluri manusiawi yang selalu ingin menghindar dari derita menguasai keputusan-keputusan mereka. Orang-orang seperti Abraham Lincoln, atau Martin Luther dan Bonhoeffer kentara dalam hal ini. Contoh yang jelas dalam hal ini ialah bagaimana seorang pemimpin menghadapi kritik. Bila seorang biasa menghadapi sepuluh kritik yang tidak benar serta disampaikan bersama dua kritik yang tepat, ia akan tersinggung karena sepuluh kritik yang menyakitkan perasaannya. Namun seorang pemimpin akan brterimakasih untuk kedua kritik yang tepat dan mengabaikan sepuluh kritik yang lain.
Kedua, kerangka pendekatan atau sudut pandang para pemimpin sangat berbeda dari orang di sekitarnya. Misalnya, Kristus Yesus. Ketika Ia menderita kelelahan yang sangat berat dan sekelompok anak-anak kecil datang, Ia tidak meremehkan mereka. Berbeda dengan kita, Ia tidak mendahulukan kepentingan-Nya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak dalam kerangka pikir Allah merupakan mahluk yang penting. Di dalam bagian lain bahkan Ia menunjukkan pada kerinduan seorang anak yang menerima-Nya sebagai model dari cara yang tulus menerima Tuhan, padahal anak kecil sampai masa kini pun sering disepelekan. John Burke dari Johnson and Johnson juga mengambil keputusan yang luar biasa dengan menarik produk Tyllenol yang segelintir diantaranya diracuni orang. Padahal keputusan tadi merugikan posisinya dalam jangka pendek. Biaya penarikan saja telah mencapai 5 milliar dollar. Belum lagi kehilangan pangsa pasarnya. Ternyata 2 tahun kemudian, ternyata keputusan dan pola pikirnya sangat tepat.
Ketiga, dengan meneliti hidup tokoh-tokoh yang mempengaruhi sejarah manusia dapat disimpulkan bahwa mereka bekerja sangat keras, menyadari daya pengaruh yang ada di dalam diri mereka serta pantang menyerah. Abraham Lincoln dengan segala keanehannya merupakan suatu contoh manusia yang sangat bekerja keras. Demikian juga John Calvin, atau Kagawa, teolog Jepang yang terkenal. Mereka menjadi teladan karena kerja keras mereka dan sikap pantang menyerah.
Keempat adalah, bagaimana sebagian besar tokoh-tokoh yang berhasil mengubah hidup dan meninggalkan jejak yang dalam cenderung memiliki dapat meletakkan diri pada posisi orang lain. Mereka memiliki kepekaan pada apa yang orang butuhkan, rasakan, dan tanggung. Penulis buku Uncle Tom's Cabin yang mengubah sejarah, demikian juga penulis Tom Sawyer, atau perjuangan Multatuli merupakan contohnya.
Kelima adalah pola yang mungkin tidak banyak teramati, yaitu mereka mengamati dan memperhatikan hal-hal yang kecil dan terus memperbaiki apa yang telah mereka capai dengan konsisten. Pematung-pematung di Bali, atau pembuat batik di Jawa Tengah merupakan contoh hal ini.
Keenam, para tokoh merupakan orang yang sangat teratur dan berdisiplin menangani dirinya sendiri. Mereka tidak membuang-buang waktu apalagi untuk bergossip atau sekedar berseloroh kian kemari. Mereka terus giat belajar dalam keadaan yang sulit dan miskin fasilitas sekalipun. Ada di antara mereka yang terus menerus mendoakan orang yang sama secara teratur dan berdisiplin untuk waktu yang panjang. Mereka juga memeriksa diri dengan serius secara berkala. Keseluruhan sikap di atas yang teramati oleh orang lain membuat mereka unggul dan dipercaya orang. John Christosotomus, sang mulut emas, adalah seorang bapak gereja yang bekerja keras dengan disiplin untuk menghafal Alkitab dengan rinci. Selama proses itu yaitu dua tahun ia mendisiplinkan dirinya untuk tidak tidur berbaring, namun dengan duduk.
Ketujuh, para pemimpin memiliki sikap tegas dan berani memberi arah. Di dalam situasi yang membingungkan sikap pemimpin yang tegas akan menenangkan dan memberikan kepastian yang dibutuhkan komunitasnya.
Dapat juga dicatat bahwa sikap seorang pemimpin juga memiliki ketegangan. Di satu pihak ia mampu mengendalikan diri, di pihak lain ia harus berani melepaskan kendali banyak hal secara berkala. Juga, ia harus mampu tekun dan berdaya juang, namun di pihak lain ia harus mampu untuk diam, merenung dan tidak berbuat apa-apa. Seorang pemimpin juga harus mampu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda untuk situasi yang berbeda-beda, namun di pihak lain, ia juga harus mampu tetap menjaga konsistensi dan keteguhan pendirian. Sementara itu dengan pengikut dan pihak lain yang terkait ia harus mampu menjalin hubungan yang akrab, namun di pihak lain, ia harus pula mampu menjaga jarak. Demikianlah ketegangan yang para pemimpin harus dipikul mereka dalam mengembangkan sikap kepemimpinan.
E. Skil atau keterampilan seorang pemimpin
Sikap seorang pemimpin membuat pengikutnya mempercayakan diri padanya. Namun seorang pemimpin perlu membuat gerak dan perubahan. Untuk itu selain sikap diperlukan serangkaian keterampilan atau skil kepemimpinan. Secara sederhana definisi keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan, serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualian.
Dalam bahasa Inggris, keterampilan adalah sesuatu yang dapat Make things happen. Sesuatu yang terjadi, diolah, atau diubah tadi dapat berupa hubungan antar rekan, cara kerja, cara ber-organisasi, bangunan, dana, informasi, dan sebagainya.
Keterampilan dapat juga disebut sebagai suatu daya transformasi yang memungkinkan seorang pemimpin menjadikan apa yang tersedia menjadi sesuatu yang bermanfaat, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Cara mengubah atau menjadikan ini adalah proses pengubahan yang paling efektif dan efisien. Artinya, dapat tepat mencapai sasaran serta menggunakan porsi yang dikehendaki.
Suatu hal yang membedakan dunia sebelum ini dengan zaman ini adalah manusia harus semakin bergantung satu sama lain. Oleh sebab itu, salah satu keterampilan kepemimpinan yang paling mendasar untuk dunia modern adalah keterampilan untuk mengelola hubungan dengan baik. Untuk situasi komunitas Asia, dimana kompleksitas organisasi dan hubungan antara manusianya cukup tinggi, maka sangat dibutuhkan keterampilan kepemimpinan yang menghasilkan hubungan baik tadi. Untuk menyokong hal tadi sebuah keterampilan lain dibutuhkan.
Seorang pemimpin perlu memiliki keterampilan berkomunikasi secara interpersonal, dalam kelompok, maupun secara massal. Kegunaan keterampilan nyata dalam beberapa hal:
v Mencari data,
v Mengubah sudut pandang orang,
v Menjelaskan sudut pandang kita,
v Menyimak orang lain,
v Menggunakan komunikasi yang memungkinkan terjadinya sinergi, atau menangani Konflik.
Keterampilan lain yang sangat penting terutama agar dapat menciptakan sinergi dalam lingkup kerja, adalah keterampilan menggalang tim kerja yang mampu bekerja sama (dan bukan cuma sama-sama bekerja). Akibatnya, orang belajar untuk meningkatkan entusiasme kerja, kompetensi, dan kesadaran saling menopang yang akan menuju pada produktivitas yang tingkatnya lebih tinggi.
Tim kerja yang baik harus memiliki kemampuan mengambil keputusan secara runtut dan masuk akal. Keterampilan pengambilan keputusan antara lain menolong orang untuk membedakan antara informasi dan persepsi atau tafsiran tentang informasi tadi. Keterampilan pengambilan keputusan membuat kita mampu mengenali alternatif atau pilihan-pilihan, bahkan menentukan prioritas-prioritas kita.
Akhirnya, seorang pemimpin di dalam konteks Indonesia pada khususnya harus mampu memiliki keterampilan untuk mencari alternatif dan kerangka yang lebih besar, terutama dalam situasi konflik dan persaingan ketat di tengah masyarakat yang majemuk.
Keseluruhan jenis keterampilan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan ke dalam tiga jenis yang sangat dibutuhkan dewasa ini, di samping keterampilan yang bersifat teknis spesifik, seperti keterampilan memasak, mengecat, memotong rambut, mengukir es, mengaudit pembukuan, dan lain-lain.
v Pertama: jenis-jenis keterampilan untuk merumuskan apa yang mau dicapai bersama dalam jangka pendek.
v jenis-jenis keterampilan dalam proses mengajak orang lain untuk menyusun tahap-tahap kerja sama serta pelaksanaannya
v jenis keterampilan untuk mengelola diri sendiri dan memberikan kontribusi yang tepat pada waktu yang tepat.
Bila keterampilan kepemimpinan dihasilkan, bersama dengan sikap yang seharusnya, maka seorang pemimpin tumbuh melalui pengalamannya bukan saja untuk menjadi semakin handal dan terampil namun tumbuh pula dalam kebijaksanaannya (wisdom/hokma).
F. Pemimpin dan sensitivitasnya
Seorang pemimpin harus memiliki radar yang tajam. Namun radar ini atau kepekaan seorang pemimpin hanyalah berguna kalau dirinya tenang. Bila ia tergopoh-gopoh, penuh dengan kekuatiran atau merasa kurang, maka kepekaan tadi sulit muncul dan menjadi berguna, sama seperti seorang pembaca radar yang ingin cepat-cepat pulang.
Kepekaan ini hanya muncul kalau seorang pemimpin senantiasa peka terhadap dinamika yang ada di dalam dirinya sendiri. Tanpa kepekaan ini ia akan mudah jatuh ke dalam bias dalam menangkap hal-hal di sekitarnya.
Kepekaan apakah yang seorang pemimpin perlu kembangkan dalam ia membaca dirinya sendiri?
Pertama-tama, kepekaan atas asumsinya tentang gambar dunia atau kepekaan pada world view nya. Setiap orang memiliki suatu gambaran tentang dunia dimana ia berada. Ada yang memahami dunia sebagai arena. Adapula yang menggambarkannya sebagai rimba yang menakutkan, suatu mal yang menarik, atau sebuah perjalanan pulang. Ia perlu peka bagaimana gambaran yang hidup dan ia gunakan ini mempengaruhi keputusan, hubungan-hubungan serta tindakannya.
Kedua adalah bahwa seorang pemimpin harus peka tentang apa yang ia anggap bernilai di dalam hidup. Sadar atau tidak hal ini akan menentukan arah kerja, besarnya upaya, dan tingkat resiko yang akan diambil seorang pemimpin di dalam pekerjaannya.
Ketiga, seorang pemimpin juga perlu peka terlebih dahulu pada kadar harga diri dan gambar dirinya.
Keseluruhan kepekaan tadi akan membuatnya peka terhadap persepsinya sendiri dibandingkan dengan realitas yang ditangkap oleh persepsi itu.
Bagaimana dengan kepekaan budaya? Tanpa disadari budaya merupakan bagian hidup. Tanpa pernah hidup dan berkecimpung dalam budaya lain, seringkali orang tidak menyempatkan diri untuk menilai budayanya. Budaya tadi tercermin di dalam hal-hal yang kasat mata, seperti warna dan penampilan. Misalnya, warna yang dianggap “mencolok” di suatu budaya dapat dianggap sangat pantas dan lumrah di budaya lain. Kemudian lebih dalam lagi, budaya tercermin di dalam perilaku orang. Misalnya, perilaku dalam memberi salam (dari sentuhan jari, sentuhan pipi, sampai menggosok-gosok hidung). Masih lebih dalam lagi, tiap budaya memiliki apa yang dianggap bernilai. Bagi orang Tionghoa, bersikap rendah hati merupakan hal yang terpuji, sedangkan di budaya Amerika sebaliknya, semakin berani seseorang tampil beda, semakin dihargai.
Masih adakah hal lain yang harus jadi kepekaan seorang pemimpin? Tentu saja, kepekaan pada pola Tuhan mendidik dan mengembangkan dirinya, serta kepekaan pada kehendakNya bagi dirinya maupun komunitas dimana ia bekerja.
Apa yang dipelajari sejauh ini merupakan suatu proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara sistimatis dan linear. Ada banyak cara lain yang bisa diterapkan. Program komputer yang canggih untuk membantu proses pengambilan keputusan juga sudah diciptakan seperti Expert System, dan lain-lain.
Namun dalam prakteknya di dalam pelayanan di dunia ke-3 ada tiga faktor penting dalam proses pengambilan keputusan. Intuisi, pengalaman, pengetahuan, dan fakta.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu : Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ; Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?
Bagaimana menghasilkan suatu kepemimpinan yang memiliki keseluruhan hal di atas? Tidak lain dan tidak bukan, diperlukan suatu investasi waktu, perhatian, dana, upaya dan pemikiran serta doa terus menerus untuk memfasilitasi suasana agar orang dapat bertumbuh menjadi pemimpin sejati. Selanjutnya, upaya serupa ini tidak dapat dilakukan sesekali atau secara dadakan, namun harus secara bertahap dan bertumbuh melalui modifikasi-modifikasi. Dengan demikian, selain belajar secara formil pemimpin dan calon pemimpin di konteks Indonesia perlu terus menerus berpartisipasi menghasilkan suasana belajar bersama untuk menghasilkan modal kepemimpinan yang seharusnya.
B. SARAN
Seorang pemimpin harus memiliki radar yang tajam. Namun radar ini atau kepekaan seorang pemimpin hanyalah berguna kalau dirinya tenang. Bila ia tergopoh-gopoh, penuh dengan kekuatiran atau merasa kurang, maka kepekaan tadi sulit muncul dan menjadi berguna, sama seperti seorang pembaca radar yang ingin cepat-cepat pulang.
Kepekaan ini hanya muncul kalau seorang pemimpin senantiasa peka terhadap dinamika yang ada di dalam dirinya sendiri. Tanpa kepekaan ini ia akan mudah jatuh ke dalam bias dalam menangkap hal-hal di sekitarnya.
Keterampilan lain yang sangat penting terutama agar dapat menciptakan sinergi dalam lingkup kerja, adalah keterampilan menggalang tim kerja yang mampu bekerja sama (dan bukan cuma sama-sama bekerja). Akibatnya, orang belajar untuk meningkatkan entusiasme kerja, kompetensi, dan kesadaran saling menopang yang akan menuju pada produktivitas yang tingkatnya lebih tinggi.
Jadi bagaimana? Secara umum ada tujuh langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi masalah:
v Tanyakan pada diri sendiri, apakah masalah ini berada dalam wewenang Anda untuk menyelesaikannya.
v Kumpulkan fakta dan pisahkan dari interpretasi atau pendapat.
v Identifikasikan masalah utama atau masalah sebenarnya dari masalah-masalah ikutan atau turunan.
v Analisis dan bila perlu cari tambahan fakta. Misalnya tentukan jenis apakah masalah ini. (kompleks atau sederhana, rutin atau tidak terencana)
v tentukan berbagai pilihan-pilihan untuk melakukan penggarapan masalah ini.
v Tentukan pilihan-pilihan penyelesaiannya
v Tentukan rencana pelaksanaan, team pelaksananya, batasan waktu, kebijakan dasar, dana, dan batas wewenang dalam pelaksanaan.
BAB V
KRITIK DAN SARAN
A. Kritik
- Dosen
· Bapak merokok di ruangan pada saat menjelaskan materi
· Tulisan bapak kurang jelas dan susah di baca
- Fakultas
· Susah mengurus ketika mahasiswa mengalami kendala masalah akademik
- Universitas PGRI Palembang
· Bayaran terlalu mahal
· Lamabatnya pelayanan ketika regestrasi
B. Saran
- Dosen
· Bapak adalah contoh jadi kalau bisa pada saat menjelaskan materi jagan merokok
· Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin supaya mahasiswa mengerti
· Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungki agar terbaca oleh mahasiswa
- Fakultas
· Permudah pengurusan ketika mahasiswa mengalami masalah akademik
· Tingkatkan lagi pelayanan jagan mengganggap mahasiswa itu tida mengerti sama sekali
- Universitas PGRI Palembang
· Kalau bisa bayaran beban tetap jangan terlalu mahal
· Percepat Pelayanan Regestrasi apalagi kalau restrasi untuk semesteran
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Yadi, 2001, Manajemen kepemimpinan PT. Cendekia Informatika, Jakarta
Ardian Syam, Konsep Manajemen, Author, Http://www.pembelejar.com.
Her Suharyanto, Bergabung dengan organisasi profesi, Cetakan Tahun 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar